Jika terjadi pelanggaran maka UUHC memberikan hak untuk mengajukan:
1. Gugatan Perdata.
Pemegang Hak Cipta berhak untuk mengajukan ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Cipta dan dapat meminta penyitaan terhadap benda hasil pelanggaran Hak Cipta, dengan membayar sejumlah nilai benda yang diserahkan oleh pihak yang beritikad baik. Hakim berdasarkan keyakinan selama pemeriksaan dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan perbanyakan program komputer, untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar. Contoh kasus adalah penuntutan yang dilakukan oleh Microsoft terhadap lima dealer komputer di Mangga Dua Jakarta yang menjual komputer PC dan langsung menginstalkan program keluaran Microsoft pada komputer yang dibeli konsumen, dan tentu saja itu program yang tidak berlisensi atau program bajakan. Kasus ini telah selesai pada awal 2002 dengan putusan kelima dealer tersebut diharuskan membayar ganti rugi sebesar US $100.000 atau sumbangan 20 komputer dengan software berlisensi untuk kegiatan sosial serta pernyataan dukungan software berlisensi yang harus dipublikasikan di koran nasional.
2. Tuntutan Pidana
Dengan adanya hak untuk mengajukan gugatan perdata oleh pemegang hak tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana atas pelanggaran Hak Cipta itu. Adanya ancaman pidana itu adalah sebagai salah satu upaya penangkal pelanggaran Hak Cipta, serta untuk lebih melindungi pemegang Hak Cipta juga memungkinkan penahanan sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Berdasarkan pasal 72 ayat 3 UUHC 2002 bagi seseorang yang dengan sengaja tanpa hak memperbanyak penggunan program komputer untuk kepentingan komersial dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00. Bila ia menjual dan mengedarkan dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar